Ketegangan Tarif AS-China: Harga iPhone Terancam Naik Drastis
Jakarta – Ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan China makin terasa dampaknya pada industri teknologi global, terutama bagi Apple. Di tengah rencana relokasi produksi, ancaman tarif tinggi, dan lonjakan harga, Apple berada dalam badai yang menguji kekuatan dan fleksibilitasnya sebagai raksasa teknologi dunia.
Jika iPhone Diproduksi di AS, Harga Bisa Tembus Rp 56 Juta
Kebijakan tarif impor yang dicanangkan Presiden Donald Trump mengancam untuk mengerek harga perangkat elektronik, termasuk iPhone. Dan Ives, analis senior dari Wedbush Securities, memperingatkan bahwa memindahkan produksi iPhone dari China ke Amerika Serikat bukan hanya sulit secara teknis — tapi juga mahal luar biasa.
“Kalau iPhone diproduksi di pabrik dalam negeri AS, harganya bisa melonjak jadi USD 3.500,” ungkap Ives. Itu berarti hampir tiga kali lipat dari harga iPhone saat ini yang berkisar USD 1.000.
Langkah ini akan menuntut investasi besar-besaran: sekitar USD 30 miliar dan waktu hingga tiga tahun hanya untuk memindahkan 10% rantai pasokan ke AS. Rantai pasok global Apple yang selama ini tersebar di China, Taiwan, dan Korea Selatan sulit ditiru dalam waktu singkat.
Apple di Tengah Badai Perang Dagang
China, sebagai pusat perakitan utama iPhone, kini jadi sasaran utama kebijakan tarif AS. Tarif terhadap produk China melonjak dari 54% menjadi 125%, dan China membalas dengan tarif sebesar 84% untuk produk AS. Tak heran jika investor dibuat waswas.
Saham Apple sempat anjlok 25% sejak awal tahun karena sentimen negatif ini. Pasalnya, 90% iPhone saat ini masih dirakit di China — menjadikan Apple sangat rentan terhadap kebijakan tarif dua negara adidaya tersebut.
Namun Apple tak tinggal diam. Mereka mulai menggeser sebagian produksinya ke India dan Vietnam, negara-negara yang kini mendapat keringanan tarif dari AS. Tarif produk dari India dan Vietnam kini dipotong menjadi hanya 10%, membuka jalan bagi Apple untuk menekan biaya.
Saham Apple Melejit Usai Penundaan Tarif
Kejutan terjadi saat Presiden Trump mengumumkan jeda 90 hari untuk penerapan tarif terhadap sebagian besar negara — kecuali China. Pasar langsung bereaksi positif. Saham Apple melonjak hingga 15% dalam sehari, menambah lebih dari USD 400 miliar ke kapitalisasi pasar mereka.
Ini menjadi hari terbaik Apple sejak Januari 1998, saat Steve Jobs kembali menyelamatkan perusahaan sebagai CEO interim.
Langkah Trump itu dianggap memberi waktu tambahan bagi perusahaan seperti Apple untuk menyusun strategi. Harapannya, Apple bisa lebih cepat memindahkan sebagian produksi ke negara dengan tarif lebih rendah tanpa terlalu membebani konsumen.
Apa Selanjutnya?
Apple sendiri masih belum memberi pernyataan resmi soal kebijakan tarif ini. Namun diperkirakan CEO Tim Cook akan membahasnya dalam laporan keuangan Apple pada awal Mei mendatang — momen yang bisa menentukan arah masa depan rantai pasokan global mereka.
Kesimpulan
Dengan risiko lonjakan harga hingga tiga kali lipat jika produksi dipindahkan ke AS, Apple kini berada di persimpangan krusial. Di satu sisi, mereka harus mengurangi ketergantungan pada China. Di sisi lain, mereka dituntut tetap efisien dan menjaga harga tetap kompetitif di pasar global.
Kenaikan dan penurunan harga saham Apple beberapa waktu terakhir mencerminkan satu hal: pasar sedang gelisah. Dan Apple harus bergerak cepat — sebelum badai tarif benar-benar menghantam.
Pingback: Era Baru Apple Dimulai! Ini Bocoran Fitur Canggih dan Harga iPhone 16 di RI - Berita Gadget Terkini, Teknologi, Tutorial, komputer, gadget, review Terupdate di indonesia